I.
Pendahuluan
II. Rumusan Masalah
Menurut undang-undang
Belanda, pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk mewaris baik karena
undang-undang maupun atas kekuatan sebuah surat wasiat. Hal ini berarti tidak
ada seorangpun yang sama sekali tidak dapat mewaris. Kesempatan mewaris ini
pada umumnya diterima oleh para ahlinya baik dengan tegas maupun diam-diam
tanpa terlintas di benaknya pikiran-pikiran yang menuju ke arah negatif
mengenai harta peninggalan tersebut. Tetapi pada kenyataannya juga ada sebagian
orang yang seharusnya mempunyai hak mewaris tidak mau menerima hak warisnya
karena suatu hal tertentu yang menyebabkan mereka harus berfikir dan menganggap
perlu meneliti keadaan harta peninggalan sebelum mengambil keputusan untuk
menerimanya.
Masalah penerimaan dan
penolakan ini tentunya telah diatur dalam undang-undang yang mana di sana
dijelaskan hal-hal diantaranya mengenai penerimaan murni, penerimaan warisan
dengan hak istimewa pengadaan pendaftaran Budel, penolakan warisan, hak
memikir, dan sebagainya, yang kesemuanya ini sangat perlu dikaji untuk mencapai
puncak kefahaman terhadap hukum waris perdata.
II. Rumusan Masalah
Ada hal-hal penting yang
harus dibahas dalam makalah ini mengenai masalah yang berhubungan dengan
penerimaan dan penolakan harta warisan. Maka dapat dirumuskan beberapa masalah
dalam bentuk pertanyaan :
1.
Apa penerimaan murni itu ?
2.
Dalam hal apa penerimaan warisan dengan
hak istimewa mengadakan pendaftaran Budel dilakukan ?
3.
Apa hak memikir itu ?
III. Pembahasan
1.
Penerimaan Murni
Penerimaan
murni adalah penerimaan hak waris oleh ahlinya setelah kematian pewarisnya
tanpa adanya penolakan dan hak memikir, baik penerimaan itu dilakukan secara
tegas ataupun diam-diam. Akibat dari penerimaan murni ini adalah seseorang
menjadi mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap bagian warisannya.
Biasanya penerimaan warisan ini berlangsung dengan diam-diam yaitu hanya dengan
melalui suatu tindakan yang dapat ditafsirkan sebagai penerimaan tanpa ada suatu
pernyataan yang terang atas penerimaan warisan tersebut.
Sebagai
contohnya adalah apabila seseorang ahli waris membayar hutang pewaris maka ia
telah melakukan tindakan yang dapat diartikan sebagai kehendak untuk menerima
warisan. Hal ini menurut ajaran kepercayaan (vertrouwensleer) dipandang sebagai suatu tindakan yang sepatutnya
dianggap suatu pernyataan kehendak untuk menerima warisan secara diam-diam.
Tetapi sebenarnya tindakan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai parameter
terhadap adanya kehendak ahli waris untuk menerima bagian warisan atau tidak,
karena bisa saja anggapan itu meleset. Misalkan ahli waris tersebut membayar
hutang pewaris dengan uangnya sendiri semata-mata karena rasa hormatnya
terhadap orang yang meninggal tanpa menginginkan imbalan, juga tanpa ada
kehendak untuk mendapatkan bagian warisan dari harta peninggalannya. Hal ini
bisa saja terjadi.
2.
Penerimaan warisan dengan hak
istimewa mengadakan pendaftaran Budel
Penerimaan warisan dengan hak istimewa mengadakan
pendaftaran Budel (beneficiare
aanvaarding) pada umumnya dianjurkan dalam semua hal dimana yang meninggal
dunia menjalankan pekerjaan yang penuh resiko. Sehingga dengan adanya hak
istimewa mengadakan pendaftaran Budel dalam penerimaan warisan secara otomatis
akan mewujudkan suatu kewajiban menyusun daftar Budel yang mana nantinya sang
ahli waris berkewajiban mengurus barang-barang yang termasuk harta peninggalan
dan menyelesai-kan pembagian harta peninggalan pewaris. Jadi ia wajib
bertanggung jawab atas pengurusan harta peninggalan tersebut.
Masalah penerimaan warisan dengan hak istimewa
mengadakan pendaftaran Budel ini diatur dalam pasal 1075 BW. Dengan penerimaan
warisan ini maka diterima pulalah akibat-akibat yang terkait dengan kedudukan
ahli waris, yaitu :
1)
Ahli waris tidak berkewajiban membayar
hutang-hutang pewaris selain nilai barang-barang harta peninggalan;
2)
Harta peninggalan tetap merupakan harta
kekayaan yang dipisahkan walaupun hanya ada satu orang ahli waris yang
bertindak.
Pasal
1132 ayat (1) BW mewajibkan para ahli waris dalam garis ke bawah untuk
melakukan pemasukan dalam hal diadakan penerimaan warisan dengan hak istimewa
mengadakan pendaftaran Budel. Seseorang yang belum dewasa juga hanya dapat
menerima warisan dengan hak utama mengadakan pendaftaran Budel semata.
3.
Hak Memikir
Hak
memikir ialah hak diberikan oleh undang-undang kepada ahli waris untuk
memikirkan dan meneliti keadaan harta peninggalan terlebih dahulu sebelum
mengambil keputusan untuk menerimanya atau menolaknya.
Adapun ahli waris yang ingin memanfaatkan hak memikir
tersebut maka harus menempuh langkah-langkah :
1)
Mengajukan suatu pernyataan tertulis
tentang maksud tersebut kepada Panitera Pengadilan Negeri wilayah di mana harta
peninggalan itu berada;
2)
Maka selama empat bulan terhitung mulai
tanggal diajukannya pernya-taan tersebut pihak yang bersangkutan diberi
kesempatan mengadakan inventarisasi harta peninggalan dan melakukan
pertimbangan-pertim-bangan. Jangka waktu empat bulan tersebut oleh Hakim dapat
diperpanjang lagi karena alasan-alasan yang mendesak (pasal 1071 BW);
3)
Setelah jangka waktu empat bulan berlalu
maka Hakim menetapkan bahwa pihak yang mempergunakan hak memikir tersebut dapat
dipaksa-kan untuk mengambil keputusan.
Keadaan
ahli waris pada masa berlangsungnya memanfaatkan hak memikir hanya berkewajiban
mengurus harta peninggalan sebagai bapak rumah tangga yang baik dan
keahliwarisannya dikatakan sedang tidur. Sedangkan ahli waris yang menggunakan
hak memikir kemudian akhirnya dia menolak warisan, maka ia dianggap tidak
pernah menjadi ahli waris (pasal 1104 BW).
4.
Penolakan Warisan
Dengan
meninggalnya pewaris seseorang bisa menjadi ahli waris. Dengan hak memikir dan
penerimaan harta peninggalan dengan hak istimewa mengadakan pendaftaran Budel,
kita dapat terhindar dari hal-hal dan akibat-akibat yang tidak diinginkan.
Namun hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa seorang ahli waris enggan
menerima kedudukan yang baru saja diperolehnya. Karena pada hakekatnya
penerimaan warisan dengan hak istimewa mengadakan pendaftaran Budel membawa setumpuk
kegiatan dan berbagai syarat yang menyulitkan, meliputi pendaftaran budel,
pengurusan harta peninggalan, penyelesaian pembagiannya dan pertanggungjawaban
seluruhnya. Ahli waris yang melihat keadaan tersebut dan mempunyai kepastian
bahwa harta peninggalan tersebut akan mewujudkan saldo negatif, atau tidak
menyukai liku-liku organisasi dan administrasinya, atau juga mungkin karena
rasa hormat kepada pewaris, maka ia akan menolak warisan tersebut. Adapun
penolakan warisan ini harus dinyatakan secara tegas melalui suatu keterangan
tertulis yang diberikan oleh Panitera Pengadilan Negeri wilayah dimana harta
peninggalan tersebut berada.
Undang-undang
juga mengenal penolakan warisan dengan diam-diam, hal ini diatur dalam pasal
1101 BW. Setelah lewat tigapuluh tahun kemungkinan untuk menyatakan menerima
warisan telah sirna kecuali apabila masih ada warisan tersebut, maka warisan
tersebut diterima oleh para hali waris yang diangkat untuk itu atas kekuatan
undang-undang atau berdasarkan ketetapan kehendak terakhir.
Akibat
dari penolakan warisan perlu dibedakan antara mewaris atas kekuatan
undang-undang atau berdasarkan ketetapan kehendak terakhir.
Akibat
penolakan warisan yang menyangkut ahli waris karena wasiat dan setelah
penolakan warisan, masih ada ahli waris-ahli waris dengan wasiat, maka timbul
ke permukaan suatu pertambahan warisan (anwaas),
kecuali di dalam wasiat tersebut ada saham-saham. Adapun dalam hal seseorang
mewarisi karena kematian, maka selalu terjadi pertambahan warisan.
Sebagai
ahli waris, maka tidak dimungkinkan menolak sebagian warisan. seseorang yang
menolak warisan sebagai ahli waris dengan wasiat maka ia tidak dapat bertindak
sebagai ahli waris karena kematian. Meskipun telah dimuat suatu klausa
pergantian tempat para keturunan pihak yang menolak warisan ini tidak bisa
bertindak dalam kedudukannya, karena hukum warisan yang berlaku adalah tidak
ada pergantian tempat secara hukum waris untuk orang yang masih hidup. Hal
seperti ini berlaku sama untuk seorang ahli waris karena kematian yang menolak
warisan.
5.
Keterangan Hak Waris
Keterangan hak waris adalah suatu kepastian tentang
jatidiri (identiteit) ahli waris yang
melanjutkan pribadi orang yang meninggal dunia. Keterangan ini berbentuk akte
yang mengandung suatu pernyataan yang dibuat oleh Notaris mengenai perwarisan.
Sebelum menyusun keterangan tersebut Notaris menandatanganinya, membubuhi cap
jabatannya, melakukan penelitian cara pewarisan dan mengusahakan untuk
memperoleh wujudnya.
Uraian tentang apa yang menurut hukum disebut dengan keterangan
hak waris telah disebutkan dalam undang-undang, antara lain :
1)
Keterangan hak waris adalah suatu akte
dimana seorang notaris menyebutkan satu atau lebih fakta-fakta berikut :
a.
Bahwa orang disebut dalam keterangan hak
waris merupakan ahli waris bersama ahli waris yang lain ataukah ahli waris
satu-satunya;
b.
Bahwa mitra kawin (echtgenoot) pewaris diberikan ataukah tidak diberikan hak pakai
hasil (vruchtgebruik) harta
peninggalan atau barang yang termasuk di dalamnya;
c.
Bahwa pengurusan harta peninggalan
diberikan ataukah tidak diberikan kepada pelaksana wasiat, pengurus harta
peninggalan atau juru penyelesai harta peninggalan (verefnaar) dengan menyebutkan wewenang-wewenang mereka;
d.
Bahwa seorang atau lebih yang ditunjuk
sebagai pelaksana wasiat, pengurus harta peninggalan atau juru penyelesai harta
peninggalan disebutkan di dalam keterangan hak waris.
2)
Dengan algemene maatregel van bestuur dapat ditetapkan berbagai ketentuan
mengenai isi dan penyusunan surat keterangan hak waris tersebut.
IV. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas
maka dapat ditarik beberapa poin kesimpulan, antara lain :
1.
Penerimaan murni adalah penerimaan hak
waris oleh ahlinya setelah kematian pewarisnya tanpa adanya penolakan dan hak
memikir, baik penerimaan itu dilakukan dengan tegas ataupun diam-diam.
2.
Penerimaan warisan dengan hak istimewa
mengadakan pendaftaran budel dianjurkan dalam semua hal dimana yang meninggal
dunia menjalankan pekerjaan dengan penuh resiko, sehingga dengan begitu
nantinya sang ahli waris berkewajiban mengurus barang-barang yang termasuk
harta peninggalan dan menyelesaikan pembagian harta peninggalan pewaris.
3.
Hak memikir ialah hak yang diberikan oleh
undang-undang kepada ahli waris untuk memikirkan dan meneliti keadaan harta
peninggalan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk menerimanya atau
menolaknya.
4.
Penolakan warisan adalah keengganan ahli
waris untuk menerima bagiannya karena suatu hal, adakalanya karena ia harus
menerima warisan dengan hak istimewa mengadakan pendaftaran budel sehingga ia
merasa keberatan dan kesulitan karena harus bertanggung jawab atas pengurusan
harta peninggalan atau juga karena rasa hormat kepada pewaris, atau juga karena
ia mempunyai kepastian bahwa harta peninggalan tersebut akan mewujudkan saldo
yang negatif, dan sebagainya. Sehingga ahli waris tersebut memutuskan untuk
menolak warisan yang dinyatakan secara tegas melalui surat keterangan tertulis
yang diberikan oleh Panitera Pengadilan Negeri wilayah dimana harta peninggalan
tersebut berada.
5.
Keterangan hak waris adalah suatu
kepastian jatidiri (identiteit) ahli
waris yang melanjutkan pribadi orang yang meninggal dunia yang mana keterangan
ini berbentuk akte yang dibuat oleh Notaris mengenai perwarisan.
Referensi :
1.
Prof. Mr. M.J.A. Van Mourik, Study
Kasus Hukum Waris, PT. Eresco, Bandung, 1993, Cet. I.
2.
H.F.A. Vollmar, Pengantar Study Hukum Perdata
(terj), Rajawali Press, Jakarta, 1992, Cet. 3.
0 komentar :
Posting Komentar