Senin, 01 Desember 2014

Prosedur dan Proses Berperkara di Pengadilan Agama


PERKARA CERAI TALAK
Prosedur :
1.      Langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami / kuasanya) :
-   Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama /Mahkamah Syar’iyah ( pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 66 UU nomor 7 tahun 1989 ).
-   Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tentang tata cara membuat surat permohonan ( pasal 119 HIR 143 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 ).
-   Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
2.      Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah :
-   Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon ( pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 ).
-   Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama /Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon ( pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 ).
-   Bila Termohon berkediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada
-   Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon ( pasal 66 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 ).
-   Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat ( pasal 66 ayat (4) UU no 7 tahun 1989 ).
3.      Permohonan tersebut memuat :
-   Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon..
-   Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
-   Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4.      Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan ( pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 ).
5.      Membayar biaya perkara ( pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma / prodeo ( pasal 237 HIR, 273 Rbg ).

PENYELESAIAN PERKARA
1.      Pemohon mendaftar permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.
2.      Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3.      Tahap persidangan :
-   Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU no 7 tahun 1989 ).
-   Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi ( pasal 3 ayat (1) PERMA no 2 tahun 2003 ).
-   Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
-   membacakan surat permohonan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Termohon dapat mengajukan gugatan rekonpensi (gugat balik) ( pasal 132a HIR, 158 Rbg ). Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.
-   Pemohonan dikabulkan; Apabila Termohon tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
-   Permohonan ditolak; Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
-   Permohonan tidak diterima; Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
4.      Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
-   Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak.
-   Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
-   Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama ( pasal 70 ayat (6) UU no 7 tahun 1989 ).
5.      Setelah ikrar talak diucapkan, panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak ( pasal 84 ayat (4) UU no 7 tahun 1989 ).

PERKARA CERAI GUGAT
Prosedur :
1.      Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri / kuasanya) :
-   Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar’iyah ( pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 73 UU nomor 7 tahun 1989 ).
-   Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar’iyah tentang tata cara membuat surat gugatan ( pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 ).
-   Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
2.      Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah :
-   Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat ( pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 ).
-   Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat ( pasal 32 ayat (2) UU no 1 tahun 1974 jo pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 ).
-   Bila Penggugat berkediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat ( pasal 73 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 ).
-   Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat ( pasal 73 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 ).
3.      Gugatan tersebut memuat :
-   Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat.
-   Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
-   Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarekan posita).
4.      Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap ( pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 ).
5.      Membayar biaya perkara ( pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma / prodeo ( pasal 237 HIR, 273 Rbg ).
6.      Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.

PENYELESAIAN PERKARA
1.      Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah.
2.      Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3.      Tahap persidangan;
-   Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi ( pasal 82 UU no 7 tahun 1989).
-   Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi ( pasal 3 ayat (1) PERMA no 2 tahun 2003 ).
-   Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi (gugat balik) ( pasal 132a HIR, 158 Rbg ). Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
-   Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugat tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
-   Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
-   Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
4.      Setelah putusan memperoleh kekuatan hokum tetap, maka panitera Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak
PERKARA GUGATAN LAIN
Prosedur :
1.      Langkah yang harus dilakukan Penggugat (kuasanya) :
-   Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah ( pasal 118 HIR 142 Rbg ).
2.      Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah :
-   Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat.
-   Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
-   Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang dipilih oleh Penggugat ( pasal 118 HIR, 142 Rbg).
3.      Membayar biaya perkara ( pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma / prodeo ( pasal 237 HIR, 273 Rbg ).
4.      Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah ( pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 Rbg).

PENYELESAIAN PERKARA
1.      Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah..
-   Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
2.      Tahap persidangan;
-   Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
-   Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi ( PERMA No 2 Tahun 2003 ).
-   Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi/gugat balik ( pasal 132 HIR, 158 Rbg ).
3.      Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah;
-   Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugst tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
-   Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
-   Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.

1.      Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat
meminta salinan putusan ( pasal 185 HIR, 196 Rbg ).
2.      Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkan secara suka rela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang memutus perkara tersebut.

0 komentar :

Posting Komentar